Oleh Apu Indragiri

Mohon maaf, episode terakhir Sandal dan Kisahnya ternyata molor. Untuk yang baru membaca kisah ini, silakan membaca kisah pertama Sandal dan Kisahnya

Sebelum saya berkisah, izinkan saya menyebut nama sahabat saya Eka, seorang mahasiswa UII (Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) Fakultas Ekonomi, asal Wonosobo. Karena sahabat saya inilah yang bermurah hati memberikan sandal Eiger-nya kepada saya. Alasannya, daripada tidak ia pakai, mending saya yang pakai. Terima kasih masbro, sandalmu telah turut berkisah, kisah roman dalam hidup saya.

Kenapa saya tulis latar di balik keberadaan sang empu (pemilik asli) sebelum saya pakai? Supaya kisahnya biar ramai:)

Baiklah, lanjut kepada kisah terakhir sandal kesayangan saya.

Tanggal 30 Desember 2011, saya didaulat oleh pihak sekolah HSG SMP Khoiru Ummah 1 Bogor, untuk menjadi ketua ketua panitia Rihlah dan Pembagian Raport semester 1 di Curug Cihurang (di kaki Gunung Salak, Bogor/tempat pesawat Sukhoi Super Jet 100 jatuh).

Sandal Eiger saya tidak menemui masalah ketika hari pertama tiba di lokasi perkemahan Curug Cihurang.

Hari pertama, mulai dari penurunan logistik dari mobil ke tenda batalyon pun tidak menemui masalah. Meski malamnya, turun hujan lebat. Siswa-siswa kami pun dihinggapi gigil kedinginan. Apatah lagi, tenda yang disediakan oleh pemilik lahan tidak layak pakai. Jadilah malam pertama kami dilalui dengan cekaman dingin, namun di luar sana ternyata suara terompet dan lesatan mitraliur kembang api membangunkan siswa kami. Saat kami berkemah, bertepatan dengan malam tahun baru 2012.

Tentu tujuan awal kami bukan untuk hadir merayakan tahun baru masehi, tetapi kami hadir di perkemahan itu untuk melaksanakan kegiatan kami sendiri. Kami juga ingin memberikan fakta kepada murid-murid kami, bahwa saat ini generasi muslim muda sudah terhanyut dengan budaya barat yang berhaluan kebebasan.

Esoknya, saat embun-embun jatuh dari reimbunan pohon, pula ditingkahi rerintik gerimis mulai menyapu lereng gunung Salak. Kami mulai beraktivitas dan bersiap untuk kegiatan petualangan, HIKING menuju Kawah Ratu.

Briefing dari Guide sebelum ke Kawah Ratu

Jalanan menanjak, kerikil-kerikil tajam, batu-batu cadas, jurang-jurang menganga ada di samping jalan setapak yang kami lalui. Jika Anda ingin mengetahui medan sebenarnya, coba Anda review berita di teve tentang sulitnya tim SAR saat mengevakuasi korban Sukhoi. Ya, inilah medan yang kami lalui, saya dan murid-murid saya di HSG SMP Khoiru Ummah 1 Bogor.

Turunan tajam

Tak ada hal yang aneh selama perjalanan, medan berat berlumpur, akar-akar pohon berjumpalitan sepanjang tapak jalan.

Akhirnya… perpisahan saya dengan sandal yang penuh cerita hidup saya pun berakhir. Belum sampai di Kawah Ratu, sandal  Eiger saya pun tidak mau berkompromi. Eiger saya merajuk dan putus talinya, sehingga mau tak mau saya pun memutuskan untuk meninggalkan Eiger saya di sini…

apu, ust. amir, ust, syauqy. fotografer: ust. Asep. Di are ini, perpisahan saya dan eiger terjadi

Dan, dengan nyeker (tanpa alas kaki) sampailah saya dan rombongan di puncak Kawah Ratu yang masih menggelegak dengan aroma belerang dan panasnya bara. Setelah puas menikmati kemahabesaran Allah SWT. yang menakjubkan ini, saya dan rombongan bergegas turun kembali.

Coba Anda bayangkan, perjalanan selama 3 jam penuh, melewati batu-batu cadas, kerikil di sungai kecil, duri yang terlindungi di balik lumpur pekat, di lewati oleh tapak kaki saya dengan tanpa alas.

3 jam memendam sakit, saat menuruni Gunung Salak akhirnya berakhir di juga. Alhamdulillah, sesampai di tenda saya pun merehatkan kaki.

Subhanallah, perjalanan pulang pergi selama 6 jam akhirnya tuntas juga. Sedihnya, saya harus meninggalkan sandal EIGER saya yang penuh dengan kisah dan romansanya.

Ciao, Eiger-ku.

Bogor, 03 Juni 2012 10:57

Tepat 2 tahun usia pernikahan kami (30 Mei 2010)

Leave a comment