Oleh apu indragiri

Sandal yang melekat dalam kisahnya

Saya mencoba mengais-ngais kenangan, untuk menulis kisah ini. Sebenarnya ada tiga episode (halah selayak sinetron aja) yang ada kaitan saya dengan alas kaki.

Ah, apa pentingnya sandal atau alas kaki diceritakan? Ya, bagi penulis, setiap peristiwa yang dialaminya ia akan merekam dan mencoba menuangkannya dalam deret-deret huruf yang merangkai kata kemudian menjalin kalimat, untuk berbagi dengan khalayak ramai. Mungkin kisah ini bisa menjadi inspirasi pembaca, bisa juga menjadi dahaga pelepas jenuh semata. Tak mengapa.

Begini kisahnya….

Episode Pertama

Coba Anda bayangkan, jika di hari-hari yang Anda anggap berharga dan begitu penting, Anda tidak mengenakan alas kaki atau sandal?

Hari Ahad, bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2010 seusai subuh dengan pakaian lengkap dan sepatu dari Wedding Organizer saya berangkat menuju ke sebuah Gedung Pernikahan di bilangan Pusat Grosir Cililitan (PGC), maaf saya lupa nama gedungnya (bukan orang Jakarta soalnya he-he-he).

Hari itu memang hari yang saya nanti, karena semenjak saat itulah status saya berganti. Menikah. Menjadi kepala keluarga. Beda dengan sebelumnya, menyandang gelar bujang lontang-lantung.

Pendek kata, seusai ijab qabul di masjid masih dalam lingkungan Gedung Pernikahan itu, resmilah saya memperistri Nafiisah FB binti Isbani. Tentu ini hari yang amat istimewa bukan?

Nah, usai perhelatan syukuran pernikahan, ternyata pihak Wedding Organizer-nya ikut packing alat-alat dan seragam pernikahan, nah termasuk sandal yang saya pakai. Jadi mau tidak mau, rela tidak rela, saya musti melepas sandal pinjaman itu.

Walhasil, dari gedung pernikahan sampai mobil mertua, saya jalan kaki tanpa memakai alas kaki alias nyeker bahasa Jawanya. Dan lebih tidak beruntungnya, di dalam mobil juga tidak ada sandal, meski sandal jepit. Alhasil, hingga tiba di rumah istri saya, kaki saya tetap nyeker.

Jadilah ini terekam dan mengiang selalu mendalam memori saya, di hari istimewa saya tidak mengenakan sandal.

Episode Kedua

Kisah ini menjalin antara saya, istri, dan putera pertama kami lalu terpintal dalam benang-benang kisah indah. Begini kisahnya…

Serba pertama acap diiringi degup-degup. Dulu, sewaktu melamar istri, kemudian mengucap ijab qabul pernikahan tak terlepas dari degupan.

Hari itu 12 November 2011. Senja mulai turun di Sindang Barang. Perut istri mulai mules. Bergegas, saya dan mertua membawa istri saya ke seorang bidan di Cibeurem.

Rasanya, waktu berjalan melambat. Lirih suara perjuangan istri saya untuk kelahiran putera pertama kali seolah mengilu hati. Seolah dan serasa saya ikut merasai sakitnya istri ketika proses melahirkan.

Di tempat persalinan itu, berkelebat wajah emak saya yang ada di Riau sana. Terbayang, bagaimana perjuangan Emak dulu saat mengeluarkan saya dari rahimnya. Duh, airmata saja jatuh. Teringat kebandelan sewaktu kecil ke Emak, Astaghfirullah, maafin anakmu ini ya, Mak.

Kurang lebih 16 jam istri saya berjuang. Dari mulai Ashar 12 November, dan putera kami baru mau nongol ke dunia 13 November 2011 jam 06:35. Subhanallah… lega. Dia kami beri nama Adiib Amirusysyafiq Khairi.

Setelah menjalani perawatan selama tiga hari, istri saya diperbolehkan pulang. Nah, saat semua sudah siap masuk ke mobil, istri saya bingung nyari sandalnya. Maklum di bidan ini termasuk banyak pengunjungnya yang hilir mudik. Setelah sekian lama dicari, sandal tidak ketemua jua.

Akhirnya, istri saya memakai sandal yang saya kenakan. Walhasil, inilah Episode Kedua saya di hari istimewa dan mengesan, saya lagi-lagi tidak memakai sandal saat pulang ke kontrakan kami di Sindang Barang.

(bersambung…)

“Bagaimana Episode Ketiga, sandal dan kisahnya? Bagaimana dan di mana apu indragiri lagi-lagi nyeker dengan SANDAL yang sama? Simak kelanjutannya insyaallah minggu depan”

Ssttt, istri dan anak saya sedang tidur, Bogor: 29 Februari 2012 01:19 WIB

(ap)

3 responses »

  1. […] Mohon maaf, episode terakhir Sandal dan Kisahnya ternyata molor. Untuk yang baru membaca kisah ini, silakan membaca kisah pertama Sandal dan Kisahnya […]

  2. ababilideologis says:

    wkwkw, lucu.. tapi kasian..
    bang apu udah punya anak toh, selamat ya.. *baru tau 😀
    salam buat mba nafis ya

Leave a comment